gambar

gambar

Senin, 16 Juni 2008

SALAHKAH DISKRIMINASI PADA PASIEN JIWA

Jumpa lagi dengan saya fahruddin kamal, lama nih nggak nulis. posting yang kemarin adalah tulisan pembuka, dan sekadar untuk mengisi blog yang baru dibuat. Sebenarnya banyak uneg-uneg di kepala yang akan saya tulis, tapi setelah melihat blog - blog teman , saya jadi berpikir nggak etis kalau isi blog hanya melulu curhat. Lebih bagus kalau berisi pandangan dan pola pandang kita terhadap sesuatu, sukur-sukur kalau kita bisa kasih tips dan pengetahuan kepada pembaca.
Memang ada beberapa blog yang isinya deskriptif seperti diary tapi sukses di pasaran, kayak blognya si dika tentang pengalaman belajar di australia. tapi biarlah blog saya ini mengalir apa adanya, sekedar untuk melepas uneg-uneg.
Sehubungan dengan kepindahan saya ke RSJ, ada rasa bahwa saya melakukan banting stir profesi dari pengelola "pasien waras" menjadi pengelola "pasien tak waras ", dan tentu saja akan ada akibat lanjutan,yaitu penurunan ketrampilan pemeriksaan fisik, berkurangnya ketajaman diagnosis klinik. sense terhadap kegawatdaruratan menjadi tumpul dan lain sebagainya. Ujung-ujungnya peluang untuk sekolah spesialis menjadi menyempit, hanya ke bidang kesehatan Jiwa.
Perasaan saya ini mendorong saya memandang sebelah mata kepada pasien RSJ, terutama pasien dengan diagnosis Psikosis. Sejelek-jeleknya kondisi pasien rumah sakit umum, ada nilai ibadah bila kita berusaha menyelamatkannya, keluarga pun berharap besar atas kesembuhannya. Pandangan saya ini tentu menyalahi sumpah dokter yang isinya tidak akan membeda-bedakan pasien berdasar ras, kelamin, agama dan kepercayaan yang dipeluknya.
Saya jadi tergelitik membuka sumpah dokter yang saya ucapkan 6 tahun silam, adakah pasal yang menyebutkan tidak boleh membedakan pasien berdasar status kesehatan jiwanya, saya juga teringat pada pelajaran fiqih pada masalah meng-qodho sholat, ada 3 golongan yang tidak berdosa bila meninggalkan solat pada waktunya, yaitu orang yang tidur sampai dia terbangun, anak kecil sampai dia baligh, orang gila sampai dia waras. Di film-film pun para kriminal yang mencoba menghindar dari hukuman beralibi dengan adanya gangguan jiwa. Jadi memang secara umum ada diskriminasi terhadap orang dengan gangguan jiwa.
Diskriminasi tersebut berbeda dengan diskriminasi yang terjadi pada orang cacat. Kalau pada orang cacat kita berusaha menjembatani perbedaan yang ada dengan memberi fasilitas khusus, tapi kalau pada orang dengan gangguan jiwa kita malah berikan batas pemisah. Secara manusiawi orang dengan gangguan jiwa adalah makhluk tuhan juga yang butuh kebutuhan dasar, butuh rasa aman, jadi ada poin dimana kita harus mengelolanya.
Saat ini saya memang belum aktif di RSJ mudah-mudahan nanti saya akan menentukan jawabannya, bagaimana cara pandang yang benar terhadap orang dengan gangguan jiwa.

Minggu, 11 Mei 2008

Perubahan

Manusia adalah makhluk huduts, yang selalu ingin berubah, dan suasana perubahan ini nampak di tempat kerjaku. RSU RA Kartini Jepara.
dari 14 dokter umum yang bekerja di sana, 4 orang masuk pendidikan PPDS, 2 orang pindah tugas. Jadi tersisa 8 orang, tentu saja terjadi ketidakseimbangan yang mendadak.adapun detailnya adalah :
Yang Mo sekolah
1. dr Triadi Kurniawan masuk program PPDS Paru UNS Solo
2. dr Mulyohadi Hartawan masuk program PPDS Rehab Medis UNDIP Semarang
3. dr Edwin Tohaga masuk program PPDS Ilmu Kesehatan Anak UNDIP Semarang
4. dr Arsyad Rozin masuk program PPDS ilmu Kandungan dan Kebidanan UNDIP Semarang

Yang Pindah tugas :
1. dr Farid Faisol pindah tugas jadi Kasubid Pelayanan tapi masih di RSU Jepara juga
2. aku nih, dr Fahruddin Kamal rencana pindah ke RSJ Amino Gondohutomo Semarang, alasan keluarga lah.

yang masih jaga IGD dan Bangsal rawat inap RS Kartini Jepara
1. dr Pujianto Basuki, sekarang jadi kepala suku alias ka SMF Umum
2. dr Yoyok Setiono, yang juga pakar tanaman
3. dr Bambang Suparminto, sekarang yang bikin jadwal jaga, mengganti aku. pasti pusing
4. dr Ali Murtadho, teman seangkatan di FK
5. dr Dian Indah Setiorini, istrinya pak dr Edwin
6. dr Dian Indah Budiarti adiknya dokter dian
7. dr Lany Setyaningtyas, sekarang lagi cuti hamil, besok 20 mei habis cutinya
8. dr Tuti Safitri dokter pindahan dari NTB.

Yang jelas motivasi mereka yang sekolah adalah untuk meningkatkan potensi diri, mencapai hidup yang lebih baik dan segala sesuatu yang mengindikasikan perubahan untuk menjadi lebih baik. Jaman sekarang ini dokter umum hanya pencapaian sementara saja, harus meningkat menjadi spesialis atau pejabat struktural. Dan tentu saja kepuasan menangani pasien lebih terasa bila menjadi dokter spesialis.
Adapun motivasi dr farid pindah tugas, karena memang pas ada peluang, salah satu pejabat struktural pensiun dan dokter umum ditunjuk untuk menggantikan. tentu saja itu adalah kesempatan untuk berkarir, tanpa harus ujian dan tanpa memakan biaya, seperti kalau mau sekolah. Tapi juga bukan tanpa resiko. Yang jelas insentif berkurang karena jumlah jaga berkurang. Masih ada rediko lagi , yaitu Audit dari KPK , Bapeda dan sebagainya yang seperti hisab yaumil qiyamah. Tapi dengan pilihan yang sudah dipilih ini ada harapan untuk berubah menjadi lebih baik.
Aku yang akhirnya memilih untuk pindah tugas ke RSJ setelah 3 tahun bertugas di Jepara, punya latar belakang tertentu yang nanti akan ada ceritanya.
Isu krusial bagi 8 dokter yang masih jaga ugd adalah adaptasi, dan itu juga suatu perubahan.